BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Dalam
era globalisasi dan teknologi saat ini
perkembangan teknologi komputer dibidang IT meningkat dengan cepat, pengguna komputer
sebagai salah satu alat teknologi informasi sangat dibutuhkan keberadaannya hampir
disetiap aspek kehidupan manusia dan telah menjadi realitas sehar-hari
Kemajuan
teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang
revolusioner (digital Revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah ,
praktik dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain,
berkembangnya teknologi informasi menumbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai
tahap mecemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pindana di bidang
teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan
duniannya.
1.2 Batasan Masalah.
·
Pengertian peraturan dan Regulasi
·
Pengertian dan perbandingan cyber law
·
Pengertian computer crime act (Malaysia)
·
Pengertian council of Europa convertion in
cyber crime
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1 Pengertian Peraturan dan Regulasi
Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat
sekelompok orang/ lembaga dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup
bersama.
Regulasi
adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau
pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya:
pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri
oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial
(misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan
regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
2.2 Pengertian dan perbandingan cbyber law
Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh
suatu negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada
masyarakat negara tersebut. Jadi,setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri.
Secara umum , materi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan
pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan
transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian
ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat
bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE)
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU
ITE);
3.
penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 &
Pasal 14 UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem
elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE) Sedangkan pengaturan mengenai
perbuatan yang dilarang (cybercrimes) mengacu pada ketentuan dalam EU
Convention on Cybercrimes, 2001. Beberapa materi perbuatan yang dilarang
(cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang
terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian.
Berikut ini adalah penjelasan adalah Cyber Law yang
ada di beberapa negara lain :
a. Cyberlaw
di Indonesia
CyberLaw
di Indonesia sudah mulai di rintis sebelum tahun 1999. Karena sifatnya yang
generik, diharapkan rancangan undang-undang mengenai cyberlaw tersebut cepat
diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. “Namun pada kenyataannya
hal ini tidak terlaksana dengan baik”. Beberapa hal yang mungkin masuk antara
lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime),
penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic
banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi
disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di
Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan.
Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke
Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang
terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa
melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita
menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika
akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak
mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar
negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber
daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker
ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan
/ hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh
Amerika Serikat.
b. Cyberlaw
di Thailand
Cybercrime
dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
c. Cyberlaw
di Amerika Serikat
Di
Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform
Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa
Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara
bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam
hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum
negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas,
dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya
mengenai :
Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan
tanda tangan elektronik
Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen
elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang
disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen
elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan
atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara
pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat
lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif
menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi
dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau
tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman
dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : Mengatur mengenai dokumen yang
dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
d. Cyberlaw
di Singapura
The
Electronic Transactions Act (ETA) Singapura memiliki cyberlaw yaitu The
Electronic Transactions Act yang telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian
untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura.
ETA dibuat dengan tujuan :
Memudahkan komunikasi
elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya. Memudahkan
perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk
mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis
diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
Memudahkan penyimpanan
secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan menurut
undang-undang, dan untuk mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor
pemerintah atas bantuan arsip elektronik yang dapat dipercaya. Meminimalkan
timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja
dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dan
lain – lain. Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai
pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan Mempromosikan kepercayaan,
integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan
untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik
melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan
integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi dari ETA mencakup hal
– hal berikut ini :
1. Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini
didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta
untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
2. Kewajiban Penyedia
Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi
/ kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan
hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan
material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
3. Tandatangan dan Arsip
elektronik
Bagaimanapun hukum
memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik,
karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum,
namun tidak semua hal/bukti dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Singapore. Langkah yang diambil oleh Singapore untuk membuat
ETA inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya bisnis e-commerce di
Singapore dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis e-commerce
tidak berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum yang dapat meyakinkan
masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman seperi di negara
Singapore.
e.
Cyberlaw di Malaysia
Lima
cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh
parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan
dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan
tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997
menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang
tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman
untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan
berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui
menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
2.3 Computer Crime Act(Malaysia)
Computer
Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang
digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang
berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer
Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah
peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara
Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital
Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia
Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di
Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun
1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi
secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau
password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan
penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
2.4 Council of Europe Convension of Crime
Cyber Crime
Merupakan
salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat
dan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC
telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria.
Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam
European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara
efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak
ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi
konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal
yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional.
Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
– Bahwa masyarakat
internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam
memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan
yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
– Konvensi saat ini
diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer
untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya
kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional
dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat
dipercaya dan cepat.
– Saat ini sudah semakin
nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan
penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk
Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966
tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan
berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari,
menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah
disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk
diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma
dan instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Sumber :
https://pyia.wordpress.com/tag/definisi-peraturan-dan-regulasi/